Anda semua pasti sudah tahu perkara soal kandungan DNA babi dalam dua obat; Viostin DS dan Enzyplex. Viostin DS produksi PT Pharos Indonesia (nomor izin edar/NIE POM SD.051523771, bets BN C6K994H), dan tablet Enzyplex produksi PT Medifarma Laboratories (NIE DBL7214704016A1, bets 16185101).
Kedua obat ini sudah ditarik dari pasaran dan akan diberikan sanksi oleh pihak Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Dikatakan Kepala BPOM Penny K.Lukito, kedua suplemen ini bisa lolos ke masyarakat karena adanya inkonsistensi antara bahan baku yang digunakan saat penilaian pre-market dengan bahan yang digunakan kala sudah masuk ke pasaran (post market).
“Untuk Enzyplex dan Viostin DS pada saat uji pre-market, mutu dan jaminan keamanan sudah sesuai dengan azas kemurniaan produk tersebut. Kami sudah bekerja sama juga dengan LPPOM MUI yang memberikan hasil uji bahan baku untuk kemudian keluar izin edar,” ujar Penny saat jumpa pers ‘Tindak Lanjut Terhadap Temuan Produk Viostuin DS dan Enzyplex’ di Aula Gedung C, BPOM Jakarta, Senin (5/2).
Ternyata bahan baku ini kemudian berubah dalam rentang waktu antara pre-market dan post-market. Di mana ditemukan adanya kandungan berbeda dalam Enzyplex dan Viostin DS yang mengandung DNA babi.
“Kami ada unsur trust (kepercayaan) dengan pihak produsen dan ada faktor mempercepat dua obat ini sampai ke masyarakat. Tapi memang seharusnya jika ada pergantian bahan baku wajib dilaporkan,” kata Penny lagi.
Menurut Direktur LPPOM MUI Dr. Ir. Lukmanul Hakim, kedua produsen obat tersebut memang dari awal tidak pernah mengajukan sertifikasi halal MUI. Ketika pada akhirnya diadakan pengawasan dan uji kandungan post-market, diketemukanlah kandungan zat dari babi.
“Produk ini tidak bersertifikat Majelis Halal MUI,” tegas Lukmanul yang juga hadir dalam kesempatan yang sama.
Perluasan informasi soal kandungan DNA babi dalam sebuah produk dan penarikannya secara massal diapresasi oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Menurut Ketua Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi ini merupakan mandatori dari Undang-undang perlindungan pada konsumen.
Namun demikian, semua kerusakan yang sudah terjadi dianggap YLKI haruslah segera diperbaiki. Termasuk soal kompensasi dan tindak pencegahan agar keteledoran seperti ini tidak terjadi lagi.
“Kami mendorong agar hal ini tidak terjadi lagi dan pengawasan pun harus diperluas agar hal-hal seperti ini tidak terjadi berulang kali,” kata Tulus yang juga hadir sebagai narasumber.
Tulus mencontohkan kejadian di tahun 2003 saat sebuah merek vetsin ternyata diketahui mengandung zat hewan yang sama dengan Enzyplex dan Viostin DS. Saat itu juga langsung diberi tindakan berupa penarikan produk dari pasaran dan penalti pada produsen.
“Konsumen yang sudah merasa dirugikan bisa mengadu pada BPOM atau YLKI terhadap kerugian-kerugian yang sudah dialami,” tegasnya.
Tidak termasuk obat kondisi emergency
Enzyplex diketahui sebagai obat untuk membantu proses pencernaan dengan komposisi utama enzim pankreatin. Sedangkan Viostin DS merupakan suplemen untuk nyeri sendi dan gangguan tulang karena usia senja.
Keduanya bukan obat yang bersifat emergency sehingga tidak perlu panik ketika tahu mereka tidak lagi bisa dikonsumsi. Demikian kata Dr.Ari F Syam, dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI RSCM dalam siaran pers yang diterima redaksi vemale.com.
“Pengamatan saya selama ini kedua produk tersebut memang sudah umum digunakan oleh masyarakat kita. Enzymplex yang mengandung enzim, anti kembung dan vitamin B kompleks biasanya digunakan untuk mengatasi kembuh dan gangguan pencernaan lain. Viostin DS sendiri mengandung glukosamin dan khondriotin sulfat sebagai suplemen sendi. Banyak pasien yang merasa nyaman setelah menggunakan obat ini,” ujar dr.Ari.
Masyarakat tidak perlu khawatir dengan ditariknya kedua produk ini karena ada obat lain di pasaran yang bisa menggantikan manfaat dari kedua obat suplemen tersebut. “Sehingga menyetop obat ini tidak akan membuat masalah buat kesehatan,” tambahnya.
source: vemale.com